Menjelang tiga bulan terakhir saya akan melepas status saya sebagai pelajar (siswa), saya sudah mulai memikirkan kemana saya harus melanjutkan kuliah, dan jurusan apa yang akan saya ambil. Untuk memilih tempat dan jurusan saat saya kuliah nanti, tentunya tidaklah mudah, sebab hal tersebut tak hanya bisa saya putuskan sedirian, saya butuh dukungan dan pandangan keluarga. Secara pribadi, saya sejak awal ingin menjadi mahasiswa kesehatan. Namun, segenap keluarga memiliki pendapat yang berbeda. ada yang menyarankan untuk memlih jurusan pendidikan. Ada yang juga yang menyarankan jurusan tehnik Industri, dan lain-lain.
Di tengah kebingungan itu, akhirnya saya bersepakat dengan ibu untuk mendaftar di dua kampus sekaligus, yakni tepatnya di daerah Yogya. Saya mendaftar jurusan Psikologi di salah-satu kampus Islam, dan mendaftar di UNISA Jurusan TLM. Sedari awal, sebenarnya niat saya untuk menjadi mahasiwa kesehatan tidak pernah luntur. Namun, saya terpaksa menyetujui nasehat ibu yang menyuruh saya memilih salah satu kampus Islam. Sebab, saya sepenuhnya sadar bahwa ibu dalah seorang single parent, dialah satu-satunya yang akan membiayai seluruh keperluanku saat kuliah. Dengan segala upaya, saya mencoba berdamai dengan hati, agar apa yang menjadi pilihan ibu, kelak itulah yang terbaik untuk masa depanku. Meski dalam hati kecilku, saya masih menyimpan harapan untuk menjadi mahasiswa kesehatan.
Dengan penuh semangat dan optimis, saya akhirnya menjalani ujian tes masuk di salah satu kampus Islam tersebut. Namun, seminggu kemudian saat tiba waktu pengumuman, ternyata saya menjadi salah satu calon mahasiswa yang gagal; tidak lulus. Sedih tentu saja, bahkan saya menangis sejadi-jadinya atas apa yang terjadi. Di balik semua itu, saya sangat bersyukur memiliki seorang ibu –saya menyebutnya “My super Mom”– yang selalu menguatkanku atas kegagalan itu. Pada titik kebimbangan, kesedihan dan frustrasi itu, ibu dengan segala optmismenya menyemanagtiku untuk menghadapi ujian seleksi di UNISA jurusan TLM. Sebagai seorang single parent, ia rela menanggung segala beban demi kebahagiaanku selaku anaknya. Ia rela berpeluh-peluh, membanting tulang demi kebahagiaanku untuk menikmati jurusan favorit yang saya idamkan sejak awal. Sungguh, ibu adalah pahlawanku. Tentu, pernyataan ini tanpa mengurangi penghormatan saya kepada ayah, yang sudah cukup lama tak serumah dengan ibu.
Proses mendaftar hingga seleksi di UNISA berjalan lancar, dan alhamdulillah akhirnya saya dinyatakan lulus dan diterima sebagai mahasiswa. Ternyata, di balik sebuah peristiwa selalu mengadung hikmah, saya yang pernah gagal di kampus Islam tertentu, akhirnya takdir mengantar saya untuk bertemu dengan jurusan favoritku, yakni TLM di UNISA. Singkat cerita, saya mulai menikmati proses perkuliahan, dan saya semakin memahami perasaan saya di masa depan dengan mengambil jurusan analis kesehatan ini. Dalam pemahaman saya yang masih sederhana, bahwa analis kesehatan adalah petugas yang bekerja di laboratorium untuk melakukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosa dokter demi membantu seseorang mencapai keadaan sehat jasmani dan jiwa. Kegiatan ini merupakan bagian dari profesi di bidang kesehatan. Oleh sebab itu, seorang analis harus memiliki keterampilan dan tanggung jawab yang tinggi dalam pemeriksaan sampel, untuk menghindari adanya risiko yang fatal jika terjadi kesalahan.
Seiring berjalannya waktu, saya semakin sadar, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an; bahwa sesungguhnya manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Kekhalifahan manusia ini tentunya disertai tanggung jawab. Dalam makna yang lebih spesifik, saya memaknai khalifah itu sebagai profesi. Salah satunya adalah profesi sebagai analis kesehatan. Bagaimana tidak, bahwa profesi ini merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada kemanusiaan. Menolong manusia dalam menjaga kesehatan, bahkan keberlansungan hidupnya (hifzu an-nafs). Sungguh ini adalah perbuatan mulia. Oleh sebab itu, ketelitian, kedisplinan dan profesionalitas mutlak dibutuhkan, sebagaimana yang menjadi motto UNISA “ Professional-Qur’ani”.
Menyadari hal itu, saya sejak dini, mulai belajar untuk meningkatkan keahlian, keterampilan dalam komunikasi (baik verbal & non verbal), dan sikap profesionalisme. Dan jika kelak, saya benar-benar menjadi atau menekuni profesi ini, maka saya harus bekerja dengan ikhlas, amanah, penuh integritas, tanggung jawab, kreatif, tekun, dan melayani dengan penuh kerendahan hati.
Saya bersyukur telah menjadi bagain dari UNISA, khususnys TLM, banyak jalan mengabdi pada sang Khalik, salah satunya melalui profesi. Tentunya hal ini harus disertai dengan niat yang tulus. Bagi saya, profesi bukan semata-mata soal duniawi, tetapi profesi adalah bagian dari tugas kekhalifahan kita di muka bumi. Bukankah kita sering mendengar: “bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama”.
Terakhir, saya ingin mengucapkan ungkapan kecintaan dan terimaksih yang tak terhingga kepada “My Super Mom”, saya hari ini adalah apa yang telah ibu perjuangkan sejak dahulu. Saya banyak belajar dari ketanggguhanmu, tanggung jawabmu yang penuh-seluruh, keteguhanmu yang begitu kokoh, serta kasih sayangmu yang tak terbatas. Kini, aku sedang berproses menjadi manusia, menjadi hamba Allah, menjadi tenaga profesional, di bawah bimbingan kampus tercinta UNISA, di jurusan TLM. Do’akan aku selalu, ibu.
Penulis: Insan Imani Tiara Amalina
Mahasiswi Prodi D4 Analis Kesehatan UNISA
(Pemenang Kompetisi Penulisan Artikel “My Worthy Story”)